News Update :
Home » » kadardebu

kadardebu

ABSTRAK

Debu merupakan bahaya yang dapat menyebabkan pengurangan kenyamanan kerja seperti, gangguan pernapasan. Seperti halnya industry rumah tangga Pengolahan batu di Tampung Cinae Desa Lempang Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten Barru, mempunyai dampak yang positif dan negatif kepada masyarakat dan lingkungannya. Di satu pihak akan memberikan keuntungan berupa lapangan pekerjaan, yang akhirnya akan meningkatkan ekonomi dan sosial masyarakat. Di pihak lain dapat timbul dampak negatif karena paparan zat-zat yang terjadi pada proses pengolahan batu tersebut.

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan Untuk mengetahui pengaruh kadar debu batu terhadap gangguan pernapasan pada tenaga kerja pengrajin batu nisan di Desa Lempang Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten Barru.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara kadar debu dengan gangguan pernafasan, dimana X² hitung = 34,81 > X² tabel = 5,99 dengan Dk (df) = 2 pada α = 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima berarti ada hubungan antara pengaruh kadar debu dengan penyakit gangguan pernapasan.
Walaupun Kadar debu yang di hasilkan oleh batu masih memenuhi syarat menurut KEP. MENKES NO. 405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu dengan kadar terendah adalah 1,33 mg/m³ sampai dengan kadar tertinggi 8,00 mg/m³. Namun masih berdampak kepada pengrajin yaitu gangguan kesehatan berupa batuk, sesak nafas dan nyeri dada yang dipengaruhi oleh masa kerja dan tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).
Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kadar debu berpengaruh terhadap gangguan pernapasan pada pengrajin batu nisan di Desa Lempang Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten Barru.
Saran dalam penelitian ini adalah pelu adanya kerja sama antara instansi terkait dalam pembinaan kesehatan, untuk pemeriksaan kesehatan awal sebelum bekerja bagi pengrajin

Bahaya debu kayu bagi kesehatan bahwa debu merupakan bahan partikel apabila masuk ke dalam organ pernafasan manusia maka dapat menimbulkan penyakit pada tenaga kerja khususnya berupa gangguan sistem pernafasan yang ditandai dengan pengeluaran lendir secara berlebihan yang menimbulkan gejala utama yang sering terjadi adalah batuk, sesak nafas dan kelelahan umum.

Mekanisme penimbunan debu dalam paru dapat dijelaskan sebagai berikut:

Debu diinhalasi dalam partikel debu solid, atau suatu campuran dan asap, debu yang berukuran antara 5-10 μ akan ditahan oleh saluran nafas bagian atas, debu yang berukuran 3-5 μ akan ditahan oleh saluran nafas bagian tengah, debu yang berukuran 1-3 μ disebut respirabel, merupakan ukuran yang paling bahaya, karena akan tertahan dan tertimbun mulai dari bronchiolus terminalis sampai hinggap di permukaan alveoli/selaput lendir sehingga menyebabkan fibrosis paru. Sedangkan debu yang berukuran 0,1 – 1 μ melayang di permukaan alveoli (Pudjiastuti, 2002).

Mekanisme timbulnya debu dalam paru, menurut Putranto (2007):

  1. Kelembaban dari debu yang bergerak (inertia) --- Pada waktu udara membelok ketika jalan pernafasan yang tidak lurus, partikelpartikel debu yang bermasa cukup besar tidak dapat membelok mengikuti aliran udara, tetapi terus lurus dan akhirnya menumpuk selaput lendir dan hinggap di paru-paru.
  2. Pengendapan (Sedimentasi) --- Pada bronchioli kecepatan udara pernafasan sangat kurang, kira-kira 1 cm per detik sehingga gaya tarik bumi dapat bekerja terhadap partikel debu dan mengendapnya.
  3. Gerak Brown terutama partikel berukuran sekitar 0,1 μ, partikel-partikel tersebut membentuk permukaan alveoli dan tertimbun di paru-paru.

Jalan masuk dalam tubuh, menurut Putranto (2007):

  1. Inhalation adalah jalan masuk (rute) yang paling signifikan di mana substansi yang berbahaya masuk dalam tubuh melalui pernafasan dan dapat menyebabkan penyakit baik akut maupun kronis.
  2. Absorbtion adalah paparan debu masuk ke dalam tubuh melalui absorbsi kulit di mana ada yang tidak menyebabkan perubahan berat pada kulit, tetapi menyebabkan kerusakan serius pada kulit.
  3. Ingestion adalah jalan masuk yang melalui saluran pencernaan (jarang terjadi).

Tidak semua partikel yang terinhalasi akan mengalami pengendapan di paru. Faktor pengendapan debu di paru dipengaruhi oleh pertahanan tubuh dan karakterisrik debu sendiri yang meliputi jenis debu, ukuran partikel debu, konsentrasi partikel dan lama paparan, pertahanan tubuh.

Jenis debu

Jenis debu terkait daya larut sifat kimianya. Adanya perbedaan daya larut dan sifat kimiawi ini, maka kemampuan mengendapnya juga akan berbeda pula. Demikian juga tingkat kerusakan yang ditimbulkannya juga akan berbeda pula. Suma’mur (1996) mengelompokkan partikel debu menjadi dua yaitu debu organic dan anorganik.

Ukuran Partikel

Tidak semua partikel dalam udara yang terinhalasi akan mencapai paru. Partikel yang berukuran besar pada umumnya telah tersaring di hidung. Partikel dengan diameter 0,5-0,1 μ yang disebut partikel terhisap yang dapat mencapai alveoli. Partikel berdiameter 0,5-0,1 μ dapat mengendap di alveoli dan menyebabkan terjadinya pneumokoniosis (Malaka, 1996).

Partikel debu yang berdiameter > 10 μ yang disebut coarse particle merupakan indikator yang baik tentang adanya kelainan saluran pernafasan, karena adanya hubungan yang kuat antara gejala penyakit saluran pernafasan dengan kadar partikel debu di udara (pope, 2003).

Konsentrasi Pertikel Debu dan Lama Paparan

Semakin tinggi konsentrasi partikel debu dalam udara dan semakin lama paparan berlangsung, jumlah partikel yang mengendap di paru juga semakin banyak. Setiap inhalasi 500 partikel per millimeter kubik udara, setiap alveoli paling sedikit menerima 1 partikel dan apabila konsentrasi mencapai 1000 partikel per millimeter kubik, maka 10% dari jumlah tersebut akan tertimbun di paru. Konsentrasi yang melebihi 5000 partikel per millimeter kubik sering dihubungkan dengan terjadinya pneumokoniosis (Mangkunegoro, 2003).

Pneumokoniosis akibat debu akan timbul setelah penderita mengalami kontak lama dengan debu. Jarang ditemui kelainan bila paparan kurang dari 10 tahun. Dengan demikian lama paparan mempunyai pengaruh besar terhadap kejadian gangguan fungsi paru (Yunus, 2006).

Pertahanan Tubuh terhadap Paparan Partikel Debu yang Terinhalasi

Beberapa orang yang mengalami paparan debu yang sama baik jenis maupun ukuran partikel. Konsentrasi maupun lamanya paparan berlangsung, tidak selalu menunjukkan akibat yang sama. Sebagian ada yang mengalami gangguan paru berat, namun ada yang ringan bahkan mungkin ada yang tidak mengalami gangguan sama sekali.

Hal ini diperkirakan berhubungan dengan perbedaan kemampuan system pertahanan tubuh terhadap paparan partikel debu terinhalasi.

Menurut Murray & Lopez (2006), dilakukan dengan cara yaitu:

  1. Secara mekanik yaitu: pertahanan yang dilakukan dengan menyaring partikel yang ikut terinhalasi bersama udara dan masuk saluran pernafasan. Penyaringan berlangsung di hidung, nasofaring dan saluran nafas bagian bawah yaitu bronkus dan bronkiolus. Di hidung penyaringan dilakukan oleh bulu-bulu cilia yang terdapat di lubang hidung, sedangkan di bronkus dilakukan reseptor yang terdapat pada otot polos dapat berkonstraksi apabila ada iritasi. Apabila rangsangan yang terjadi berlebihan, maka tubuh akan memberikan reaksi berupa bersin atau batuk yang dapat mengeluarkan benda asing termasuk partikel debu dari saluran nafas bagian atas maupun bronkus.
  2. Secara kimia yaitu cairan dan cilia dalam saluran nafas secara fisik dapat memindahkan partikel yang melekat di saluran nafas, dengan gerakan cilia yang mucociliary escalator ke laring. Cairan tersebut bersifat detoksikasi dan bakterisid. Pada paru bagian perifer terjadi ekskresi cairan secara terus menerus dan perlahanlahan dari bronkus ke alveoli melalui limfatik. Selanjutnya makrofag alveolar menfagosit partikel yang ada di permukaan alveoli.
  3. Secara imunitas, melalui proses biokimiawi yaitu humoral dan seluler. Ketiga sistem tersebut saling berkait dan berkoordinasi dengan baik sehingga partikel yang terinhalasi disaring berdasarkan pengendapan kemudian terjadi mekanisme rekasi atau perpindahan partikel

 

Share this article :

Post a Comment

 
Design Template by Semesta-Blogger